• Ritō_Megaredrcn - Volume 01_Chapter 004

    Volume 01_Chapter 004 JURUS SI JAGO MERAH


    Pagi Datang.

    "Huah"

    Aku Menguap Baru Bangun.

    "Uhkk... berat! Apa Ini?"

    Aku Mencoba Melihat Sekeliling Untuk Mengetahui Penyebab Tubuhku Tak Bisa Bergerak.

    "Guru. Disampingku Ku! Kenapa Guru Memelukku!"

    Aku Mencoba Menggerakkan Tubuhku, Tapi Aku Tak Bisa.

    "kenapa Tubuhku Tak Bisa Di Gerakkan? Kenapa Ini?"

    Aku Terus Mencoba Menggerakkan Tetapi Tetap Saja Tak Bisa Menggerakkan Tubuhku Sama Sekali. Aku Terus Menggerakkan Tubuhku Tetap Saja Tak Bisa Di Gerakkan.

    "Kukuruyuuukkk?"

    Ayam Jantan Berkokok.

    "Wah Sudah Pagi! Aku Harus Berlatih. Aku Harus Keluar. Tapi Tubuhku Tak Bisa Digerakkan Sama Sekali."

    Waktu Berlalu. Sang Fajar Datang. Aku Mencoba Menggerakkan, tetap Saja Tidak Bisa Digerakkan.

    "Uhkk.." 

    Guru Bangun Dari Tidur Dan Membuka Matanya. 

    "Rito, Kamu Sudah Bangun!?"
    "Ya Guru."
    "kenapa Kamu Ninggalin Ve Tidur Dahulu?"
    "Ehhh!? Ve!? Ano Guru, Ve Itu??"
    "Nama Guru, Memangnya Kenapa?"
    "Eeee!? Gagpapa. Tapi!?"
    "Tapi Apa?"
    "Apa Gagpapa? Nama Guru Di Sebutin!?"
    "Gagpapa. Memangnya Kenapa? Apa Ada Masalah?"
    "Bukanya Begitu. Tapi Bukankah Guru Tak Pernah Nyebutin Nama Guru!?"
    "Memang. Terus?"
    "Kenapa Guru Nyebutin Nama Guru?"
    "Apa Ada Masalah?"
    "eee!?"
    "Orang Yang Mencari Guru Sudah Tidak Ada. Jadi Tak Masalah Kalau Guru Sebutin Nama Guru Menjadi Ve. Apa Itu Mengganggumu?"
    "Eeee!? Itu Tidak Mengganggu. Tetapi Cuma Kaget Saja. Saat Guru Sebutin Nama Guru Saja."
    "Sungguh. Mulai Sekarang Kamu Harus Menyebut Nama Ku Ve. Ok!?"
    "Eeeee. Guru-! Guru-! Guru-!"
    "Ada Apa? Bukankah Kamu Sudah Menjadi Tunangan Ku Sekarang"
    "Apaaaaa?"

    Aku Kaget Mendengar. Aku Mencoba Mencubit Pipi Ku. Untuk Memastikan Apakah Ini Mimpi Atau Kenyataan.

    "Aduhhh"
    "Kenapa?"

    'Aku Merasakan Sakit. Mungkinkah Ini Kenyataan. Ini Bukan Mimpi. Ini Kenyataan. Jadi Yang Dikatakan Guru Semalam Sungguhan. Guru Menjadi Tunangan Ku.'

    “Kenapa kamu diam?”
    "Tak Apa Guru!?"
    "Benarkah!?"
    "Ya Guru."
    "Memanggilku Guru!?"
    "Ada Apa?"
    "Kita Sudah Bertunangan. Kenapa Kamu Masih Memanggil Ku Guru. Seharusnya Memanggil Nama Ku Ve."
    "Tapi...??"
    "Tapi Kenapa!?"
    "Tapi.."
    "Mungkinkah Karena Usia Kita Yang Berbeda."
    "Ya Semacam Itu. Tapi Ada Yang Lain"
    "yang Lain!? Yang Lain Apa!?"
    "Tak Apa? Guru Ve!?"
    "Kenapa Masih Menggunakan Guru?"
    "Maaf! Aku Tak Bisa mengatakannya."
    "Tapi Kenapa!?"
    "Tak Apa. Aku Masih Belum Terbiasa."
    "Begitu Ya. Tapi Kalau Sudah Besar. Kamu Harus Mengatakan Namaku Tanpa Dengan Guru Ok!?"
    "Ya."
    "Hanya Nama Ok!?"
    "Ya. Guru Ve. Biarkan Aku Terbiasa."
    "Ya."

    Guru Ve Makin Memelukku Sangat Erat. Membuatku Tak Bergerak. Setelah Kami Bercakap-cakap. Guru Mulai Tidur Lagi.

    "Guru Ve.... guru Ve.....!?"

    Aku Mencoba Membangunkan Guru Ve. Tetapi Tetap Tak Bangun Atau Menjawab Kata-kata Ku.

    "Guru Ve!? Bangun Guru Ve? Aku Harus Berlatih Lagi! Guru Ve! Guru Ve!"

    Guru Ve Tak Mendengarkan Suara Ku.

    "Bagaimana Ini? Aku Harus Bagaimana?"

    Aku Mencoba Memikirkan Cara Membangun Guru. Tetapi.

    "mungkin Guru Masih Kelelahan!? Mungkin Lebih Baik Aku Membiarkan Guru Tetap Tidur. Aku Sebaiknya Ikut Tidur Agar Tidak Membangunkan Guru."

    Aku Ikutan Tidur Di Pelukan Guru Ve Yang Hangat.

    Matahari Semakin Tinggi. Guru Ve Masih Belum Membuka Matanya.

    "Guru Ve Bangun! Guru Ve Bangun Hari Sudah Siang."

    Aku Mencoba Membangunkan Guru Ve. Tetap Saja Guru Ve Tidak Bangun. Guru Ve Malah Memelukku Dengan Erat. Aku Hampir Tidak Bisa Bernafas.

    "Uhuk! Uhuk! Guru Ve! Tolong Jangan Terlalu Erat. Tolong Lepaskan! Aku Tak Bisa Bernafas Dengan Benar."

    Aku Terus Mencoba Membangunkan Guru Ve, Tapi Guru Ve Tatap Tidak Bangun.

    "Guru Ve! Bangun Cepat!?"

    Guru Ve Tetap Tidak Bangun.

    'Apa Yang Harus Aku Lakukan. Untuk Membangunkan Guru. Perut Ku Lapar, Tetapi Guru Ve Tetap Tidak Bangun.'

    "Guru Ve Tolong Bangun! Guru Ve!"

    'Apakah Aku Harus Memanggilnya Tanpa Menyebutkan Kata Guru. Apa Aku Harus Mencobanya?'

    "Emm! Ve! Tolong Bangun!"

    Aku Mengatakan Dengan Gugupnya.

    "Ada Apa Rito?"

    dengan Nada Masih Mengantuk Guru Ve Mengeluarkan Suara.

    "Hari Sudah Siang. Ayo Kita Makan Guru Ve!?"

    Guru Ve Terdiam. Dan Sedikit Cemberut.

    "Ada Apa Guru Ve?"
    "Tidak Apa-apa!?" Dengan Nada Nesu.
    "Kalau Tidak Apa-apa. Kenapa Nada Dan Wajah Guru Ve Sedikit Kesal."
    "Tidak. Aku Tidak Kesal." Guru Ve Mencoba Menahannya.
    "Benarkah!"
    "Ya."
    "Kalau Gitu. Ayo Kita Memasak Makanan! Dari Pagi Kita Belum Makan."
    "Ya!" dengan Nada Datar.

    Guru Ve Melepas Pelukannya Dan Kami Keluar Dari Tempat Tidur Kami.

    Kami Selalu Tidur Ditempat Sama. Rumah Ini Kecil Jadi Tak Banyak Ruangan Yang Kami Miliki. Hanya Terdapat Dua Ruangan Saja. Ruang Makan Dan Bisa Di Gunakan Untuk Menerima Tamu Dan Kedua Ruangan Untuk Tidur. Jadi Kami Selalu Tidur Bersama. Guru Ve Selalu Melarangku Tidur Di Ruang Makan. Jika Aku Memaksa Tidur Di Ruang Makan. Guru Ve Pasti Akan Marah Besar. Bahkan Membuat Sekeliling Rumah Menjadi Menakutkan. Karena Aura Guru Keluar Sangat Mengerikan. Jadi Aku Harus Mematuhi Guru Ve Sebelum Bencana Yang Mengerikan Terjadi.

    "Ano Rito!"
    "Ada Apa Guru Ve!"
    "Apa Kamu Tadi Memanggil Namaku!"
    "Ya! Aku Memang Memanggil Guru Ve Dengan Kata Guru Ve!"
    "Bukan Itu Yang Aku Maksud. Tetapi, Apakah Kamu Memanggil Namaku Dengan Kata Ve Saja Kan Tadi?"
    "Eeee!?"

    Aku Berpura-pura Berpikir.

    "Benarkan! Kamu Memanggil Ku Begitu!"
    "Eeeee!?"
    "Jawab Dengan Benar!?"
    "Mungkin Itu Hanya Perasaan Guru Ve Saja!? Aku Membangunkan Guru Ve Dengan Kata Guru Ve!? Mungkin Guru Ve Salah Mendengarnya. Ketika Aku Mengatakan Guru Ve. Mungkin Guru Ve Mendengar Sebagian Saja. Jadi Terdengar Kata Belakang Saja."

    Aku Mencoba Menipu Guru Dengan Nada Biasa Dan Wajah Sama. Tak Tampak Seperti Orang Berbohong.

    "Benarkah!"
    "Ya."
    "Gag Bohong Kan!"
    "guru Ve Mau Makan Apa!"

    Aku Mencoba Mengalihkan Pembicaraan.

    "tolong Jawab Dulu!"
    "Apanya Guru Ve!?"
    "Kamu Tidak Bohong Kan!?"
    "Apa Kita Harus Berburu Dulu? Baru Memasak?"
    "Rito! Tolong Jawab Dulu!" guru Ve Mulai Cemberut
    "apanya Guru Ve?"
    "Yang Tadi Lo?"
    "Bukannya Aku Sudah Menjawabnya Guru Ve!?"
    "Benarkah!?"
    "Coba Ingat-ingat Dulu!?"
    "Eeeee! Apa Iya!?"
    "Kenapa Guru Sudah Lupa? Apa Mungkin Penyebabnya Guru Ve Baru Bangun Tidur Dari Tidur Panjang Guru Ve. Membuat Sebagian Ingatan Guru Ve Masih Belum Berjalan Dengan Baik."

    Aku Terus Mencoba Menipu Guru Ve.

    "Benarkah Kalau Itu Benar, Aku Takkan Mengungkitnya!?"
    "Ya Guru Ve! Terimakasih."

    Kami Menuju Tempat penyimpanan Bahan Makanan Untuk Melihat Apakah Bahan Makanannya Ada Atau Tidak.

    "Guru Ve! Kita Kelihatannya Kekurangan Bahan Makanan. Aku Ingin Pergi Ke Hutan. Guru Ve Istirahat Disini Saja."
    "Tidak. Aku Ikut Mencari Bahan Makanan."
    "Nggak Boleh. Guru Ve Masih Bangun Dari Tidur Panjang. Jadi Aku Ingin Guru Ve Istirahat Untuk Mengumpulkan Tenaga Dulu. Jangan Di Paksakan Dulu."
    "Tidak Mau. Aku Ingin Ikut."

    Aku Kaget Dengan Sikap Guru Ve Yang Tiba-tiba Berubah. Dulu Sangat Keras Dan Menakutkan. Sekarang Terlihat Seperti Perempuan Pada Umumnya Yang Ingin Di Lindungi.

    "Baiklah! Tapi Kalau Guru Ve Merasa Lelah. Guru Ve Harus Istirahat.!"
    "Baik Rito! Oh Ya! Kapan Kamu Akan Pergi Mencari Pedang!?"
    "Aku Ingin Pergi Secepatnya. Tetapi Guru Masih Belum Pulih. Jadi Mungkin Harus Menunggu Beberapa Hari Lagi. Dan Mempersiapkan Barang Yang Akan Di Bawa Untuk Perjalanan Nanti."
    "Begitu Ya. Maaf Kalau Aku Merepotkan!"
    "Tidak, Guru Ve Tak Merepotkan. Tenang Saja. Guru Jangan Sedih Begitu."
    "Ya. Terima Kasih"

    Guru Ve Mulai Tersenyum Cerah.

    "Ya."

    Aku Membalas Dengan Senyum Juga.

    "Dimana Pedang Yang Kamu Cari Rito!"
    "Eeee. Kalau Tidak Salah Tempatnya Di Kerajaan Ikurama!?"
    "Ikurama! Bukankah Harus Melewati 5 kerajaan Baru Sampai Kesana."
    "Ya. Cukup Jauh Dari Sini. Dan Juga Selama Perjalanan. Aku Ingin Mampir Ke Perpustakaan Di Setiap Kerajaan terlebih dahulu. Untuk Mencari Beberapa Informasi Yang Ada Di Tempat Lain Dan Aku Ingin Menambahkan Wawasan Tentang Dunia Ini."
    "Wah!? Sungguh. Kamu Benar-benar Berbeda. Sekarang Kamu Suka Menggali Informasi Terlebih Dahulu."
    "Ya Guru Ve! Kita Harus Menggali Informasi Terlebih Dahulu. Agar Tidak Terjadi Masalah Yang Tidak Ingin Kita Inginkan."
    "Wah. Kau Sungguh Hebat. Kau Muridku Yang Terbaik!?"
    "Hehehehe. Aku Murid Guru Ve Jadi Aku Harus Membuat Guru Ve Menjadi Bangga Padaku."
    "Ya. Aku Sudah Bangga Padamu."
    "Sungguh!?"
    "Sungguh."
    "Baiklah! Ayo Guru Ve Kita Pergi Mencari Bahkan Makanan!?"
    "Ya. Mau Membuat Masakan Apa!?"
    "Aku Pikir Seperti Masakan Makanan Tadi Malam."
    "Mau Berburu Babi Hutan!?"
    "Ya Kupikir Itu Bahan Yang Cepat Didapatkan. Kupikir Aku Memburu Beberapa Babi Hutan Untuk Dijual Ditukarkan Dengan Uang."
    "Oho!? Memangnya Kamu Pernah Menjuah Babi Hutan Ke Pedagang Daging Di Pasar Sana!?"
    "Ya. Bahkan Hampir Setiap Minggu Malah Aku Menjual Daging Babi Hutan Ke Pedagang Di Pasar."
    "Sungguh!? Sejak Kapan Kamu Menjual Dading Babi Hutan Di Pasar."
    "Aku Pikir Sejak Setelah Guru Ve Tidur Tepatnya Satu Bulan Setelah Itu."
    "Sungguh!? Tunggu Dulu. Kalau Tepat Satu Bulan Setelah Aku Tidur Berarti Kamu Masih Umur 4 tahun."

    Dengan Kagetnya Guru Ve Mengatakan Itu Dengan Gugup.

    "Ya. Memangnya Ada Masalah Guru Ve."
    "Kamu. Kenapa Melakukan Itu. Seharusnya Anak Kecil Sepertimu Tidak Boleh Melakukannya. Kamu Akan Terluka dan bisa-bisa Kamu Mati."
    "Apa Guru Ve Marah Dengan Ku?"
    "Ya Aku Marah. Kamu Tidak Boleh Melakukan Itu Seharusnya. Kamu Harus Menunggu 15 Tahun Baru Bisa Berburu Di Hutan!?"
    "Maafkan Aku Guru. Tapi Aku Butuh Uang Untuk Membeli Sesuatu. Di Rumah Ini Cuma Ada Guru Ve Yang Ada. Tetapi Guru Ve Tidur. Aku Butuh Membeli Garam Batu Dan Gula Pohon Bahkan Merica. Kalau Mencari Sendiri Akan Lama. Aku Gag Mau Meninggalkan Guru Ve Sendirian Di Rumah. Jadi Aku Melakukan Terpaksa Agar Bisa Melindungi Guru Ve Dengan Cepat."
    "Aku Mengerti. Tapi Kamu Bisa Menggunakan Uang Ku Terlebih Dahulu."
    "Bukankah Guru Ve Tidur Dan Guru Ve Pernah Bilang Jangan Mengambil Sesuatu Yang Bukan Milikmu Atau Bukan Hakmu!?"
    "Ya Aku Mengerti, Tetapi Kamu Bisa Bilang Setelah Aku Bangun."
    "Tetapi Aku Tak Bisa Mengambilnya. Aku Takut Bila Ketika Guru Ve Bangun Uang Yang Dimiliki Guru Ve Sangat Penting Untuk Membeli Sesuatu."
    "Ya Aku Mengerti. Tetap Saja Kamu Bisa Meminjamnya Dulu Tanpa Bilang."
    "guru Ve! Mengambil Uang Yang Sedang Kesusahan Atau Dalam Keadaan Masalah Tidak Boleh Mengambil Sesuatu Barang Yang Tidak Miliknya."
    "Tapi!?"
    "Jangan Tapi-tapian! Guru Ve Sudah Mengertikan. Jadi Tolong Jangan Mempersalahkan Itu Lagi. Yang Terpenting Aku Tak Terluka Dan Baik-baik Saja. Lihat!?"
    "Ya Sungguh Bersyukur Kamu Baik-baik Saja. Aku Gag Mau Orang Yang Menjadi Penyelamat Ku Terluka."
    "Guru Ve! Bila Aku Hanya Berburu Babi Hutan Saja Terluka. Aku Tak Akan Bisa Menyelamatkan Guru Ve Dan Membuat Guru Ve Disini."
    "Ya. Terimakasih. Bila Saja Kamu Tak Datang Waktu Itu. Aku Takkan Bisa Berada Disini. Terimakasih!?"

    Guru Ve Memelukku Dengan Tiba-tiba.

    "ya. Tapi Guru Bisa Tidak Untuk Tidak Memelukku. Bisa Tidak Guru Ve Melepaskannya. Kita Harus Berburu Segera. Sebelum Kelaparan Dan Sebelum Malam Datang."
    "Ihhh. Baiklah Karena Sudah Lewat Tengah Hari. Kita Harus Cepat-cepat Mencari Bahan Makanan."
    "Ya Guru Ve."

    Guru Ve Melepaskan Pelukannya.

    Kami Keluar Rumah Menuju Kedalam Hutan. Kami Mencari Beberapa Babi Hutan Untuk Menjadi Makan Hari Ini Dan Untuk Di Tukar Menjadi Uang.

    Kami Melangkah Sedikit Dalam Dan Melihat 4 babi Hutan Dewasa Kira-kira Tingginya Antara 1-1.3 meter.

    "Rito Disana Ada 4 babi Hutan. Mungkin Sedikit Berbahaya Jika Memburu Mereka Bersamaan. Kupikir Kita Harus Mencari Yang Lain Saja."
    "Emmmmm!? Guru Ve Disini Saja Biar Aku Yang Memburu Mereka."
    "Jangan Itu Berbahaya. Kita Harus Pergi Mencari Yang Lain Saja."
    "Guru Ve Tenang Saja. Biarkan Rito Yang Melakukannya. Guru Ve Disini Dan Melihat Aku Melakukannya."
    "Tidak."
    "Percayalah Padaku Guru Ve."
    "Baiklah. Tapi Harus Berhati-hati."

    Guru Ve Mengatakan Dengan Nada Sedih.

    "guru Ve Tetap Tenang. Aku Takkan Terluka. Tolong Lihat."
    "Ya. Tolong Berhati-hati. Jika Terjadi Sesuatu Pada Kamu Aku Akan Menyelamatkan Mu Tanpa Pikir Panjang."
    "Baiklah!?"

    Aku Mencari Kayu Untuk Menjadi Senjata Ku. 

    "Kupikir Ini Tepat Untuk 4 babi Hutan Itu"

    Aku Memegang Kayu Yang Menjadi Senjata Ku Hari Ini. Aku Bersiap-siap Memburu 4 babi Hutan.

    Aku Mengincar Babi Hutan Yang Ada Bulunya Di leher. Hanya Dia Satu-satunya Babi Hutan Yang Memiliki bulu dileher di Antara 4 babi Hutan Yang Lain. Babi Hutan Yang Memiliki Bulu Di leher Itu Babi Hutan Jantan. Yang Tak Memiliki Bulu Di leher Itu Betina.

    Aku Memegang Kayu Di Tanganku. Aku Berjalan Mengendap-endap. Aku Tak Boleh Sampai Ketahuan. Bila Ketahuan Mereka Semuanya Akan Menyerangku.

    Aku Bersembunyi Di Belakang Pohon Hanya Beberapa Meter Dari Babi Hutan Jantan. Ketiga Babi Hutan Betina Jauh Di Depan.

    Babi Hutan Jantan Mulai Waspada. Aku Langsung Lari Mengarah Ke babi Hutan Dan Mengeluarkan Jurus Api.

    "Sang Pembawa Keadilan Dan Keserakahan. Sang Api Keluarlah Selimuti Pedang Ku. 'JURUS API' "

    Jurus Api Yang Aku Keluarkan Mengeluarkan Simbol Yang Sama Dengan Yang Muncul Ketika Menyelamatkan Guru Ve Dari Tuan Vimoust Tetapi Tulisan Di Lingkaran Luar Berbeda. Entah Apa Tulisan Itu. Api Itu Keluar Dari Tangan Kanan Ku. Mulai Menyelimuti Kayu Yang Aku Bawa Dan Menjadi Sebuah Pedang Api Tingkat Rendah.

    Aku Berlari Ke Babi Hutan Jantan Dan Aku Mengayukan Kayu Yang Sudah Menjadi Pedang Api Dari Kanan Atas Ke Bawah Dan Menebas Babi Hutan Jantan. Api Yang Mengenai Tubuhnya Mulai Menyelimuti Babi Hutan Jantan Dan Mati Hangus Terbakar. Aku Mengincar Ketiga Babi Hutan Lainnya. 3 babi Hutan Mulai Menyerang Ku Dari Tiga Arah. Kiri, kanan Dan Tengah Setelah Melihat Babi Hutan Jantan Ke bakar. Aku Menyerang Mereka.

    "Sahabat Ketika Masih Kecil Menjadi Musuh Ketika besar 'JURUS SI JAGO MERAH'"

    Api Yang Keluar Mulai Membesar Dan Membentuk Ayam Jantan Merah Besar Dan Melalap Ke Tiga Babi Hutan Itu Dan Mati Terbakar.

    "Syukurlah Aku Berhasil Melakukannya. Jurus Yang Belum Pernah Aku Lakukan Sebelumnya. Walau Baru Beberapa Bulan Aku Belajar Mengusai Jurus Ini. Dan Hari Ini Sukses Melakukannya Tak Masalah. Aku Juga Berhasil Mengontrol Api Nya Agar Tidak Meledak Seperti Waktu Menyelamatkan Guru Ve Waktu Itu."

    Api Si Jago Merah Masih Ada. Aku Masih Belum Menghilangkan Api.

    "Api Yang Bersama Ku. Kembalilah Bersamaku"

    Api Yang Berbentuk Ayam Jago Menghilang Dan kembali Ketanganku. Tapi Simbol Masih Ditangan Belum Kembali. Aku Harus Menunggu Berapa Menit.

    "Rito!? Kamu Berhasil!? Kamu Hebat!? Jurus Apa Yang Kamu Lakukan Barusan? Bukankah Yang Di Tanganmu Itu Simbol Yang Muncul Ketika Waktu Kamu Menyelamatkan Ku Kan?"
    "Guru Ve. Bisakah Guru Ve Bertanya Satu-satu!?"
    "Baiklah!? Aku Akan Bertanya Satu-satu Kalau Gitu-"
    "Ya Aku Berhasil Guru Ve. Aku Hebat Karena Aku Murid Guru. Aku Menggunakan Jurus Api Tingkat Rendah Dan Barusan Yang Berbentuk Tadi Jurus Si Jago Merah. Yang Simbol Tangan Ini Simbol Yang Sama Saat Menyelamatkan Guru Ve Waktu Itu Tetapi Sedikit Berbeda Pada Tulisannya Pada Waktu Itu."
    "Rito!?" Dengan Nada Sedikit Marah.
    "Ada Apa Guru Ve?"
    "Kamu Bilang Bertanya Satu-satu. Tapi Kenapa Malah Menjawab Semuanya. Yang Mana Yang Benar."
    "Hehehehe. Maaf! Aku Cuma Bercanda Tahu. Aku Cuma Ngerjain Guru Ve Saja."

    Guru Ve Terdiam Dan Cemberut.

    "Guru Ve Marah. Jangan Marah Ya Guru Ve."

    Guru Ve Masih Terdiam.

    "guru Ve Masih Marah. Jangan Marah Ya."
    "Siapa Yang Marah? Aku Nggak Marah? Lihat Aku Senyum!"
    "Sungguh!?"
    "Ya Lihat"

    Guru Ve Senyum.

    "kalau Gini Guru Ve Makin Cantik."
    "Sungguh!"
    "Iya Sungguh."

    Guru Ve Makin Tersenyum Lebar.

    "Ayo Kita Bawa Kepasar Sekarang Sebelum Kesorean."
    "Iya. Tapi Gimana Cara Membawanya!?"

    Aku Memikirkan Caranya. 

    "Aku Punya Ide. Bagaimana Kalau Kita Membuat Kereta Untuk Membawanya?"
    "Tapi Kita Tak Punya Rodanya."
    "Benar Juga. Bagaimana Kalau Kita Memotong Kayu Yang Pas Buat Rodanya?"
    "Tapi Kita Tidak Punya Pisau Yang Panjang."
    "Begitu Ya. Benar Juga. Hanya Pisau Kecil Saja."
    "Aku Pikir Kita Harus Menyeretnya Saja."
    "Begitu Ya. Tapi Sedikit Agak Lama Kalau Kita Menyeretnya!?"
    "Tak Masalah Dari Pada Kita Biarkan Membusuk Disini Dan Kita Tak Bisa Menukarkan Dengan Uang."
    "Benar Juga. Baiklah Kita Menyeretnya.”

    Guru Ve Menerima Saranku. Aku Membawa Babi Hutan Jantan Dan Satu Betina. Lalu Guru Ve Membawa Dua Babi Hutan Betina. Kami Menyeretnya Sampai Kepasar.

    Sore Datang. Matahari Masih Teriknya.

    Sesampainya Di Pasar, Sekeliling Kami Melihat Kami Dengan Rasa Penasaran.

    "Waw, Besar Sekali Yang Mereka Bawa!?"
    "Ya. Aku Belum Pernah Melihat Sebesar Itu Semenjak Waktu Lama!?"
    "Ya. Aku Juga. Bahkan 4 ekor Pula!?"
    "Tapi Kenapa Hangus Terbakar!?"
    "Ya. Kenapa Hangus Begitu?"

    Aku Menuju Ke Tempat Biasa Aku Menjual Hasil Buruan.

    "Permisi Paman!? Aku Ingin Menjual Hasil Buruan Hari Ini."
    "Waw. Rito! Aku Sudah Menunggumu. Wah Banyak Sekali Hasil Tangkapanmu Hari Ini!?"
    "Ya. Aku Tidak Sengaja Melihat Mereka (babi Hutan) Saat Memburu. !?"
    "Benarkah! Tapi Kenapa Hangus Terbakar Begitu?"
    "Aku Mencoba Menggunakan Jurus Baru Yang Aku Kuasai."
    "Benarkah! Hebat! Ketika Pertama Menjual Pertama Kali Kau Kesini. Kau Membawa Babi Hutan Dengan Kepala Terpotong. Aku Kaget. Bahkan Orang Di sekitar Ragu Kalau Itu Hasil Buruanmu. Walau Babi Hutan Itu Kecil. Kira-kira Tingginya Tak Kurang Dari 50 cm. Jadi  Kami Di Sini Semua Mencoba Memanggil Uso-min Yang Bisa Mengukur Apakah Dia Bohong Atau Tidak. Ketika Uso-min Mendeteksi Tingkah Dan Sifat Mu. Uso-min Bilang 'Dia Mengatakan Yang Sebenarnya. Dia Memburu Sendiri. Jadi Tak Masalah Anda Membeli Hasil Buruannya' Kami Jadi Lega Dan Aku Membelinya."
    "Hehehe. Waktu Itu Aku Sangat Membutuhkan Uang. Jadi Aku Berburu Hewan Babi Hutan. Walau Aku Ingin Membaca Melatih Teknik Pedangku."
    "Ya. Aku Tahu. Kamu Bahkan Menjelaskan Panjang Lebar. Aku Sampai Capek Mendengarnya. Bahkan Orang-orang Di sekitar sini Juga Mendengar Cerita Mu Dari Tengah Hari Sampai Matahari Tenggelam. Walau Kami Semua Menjual Jualan Kami Dengan Cepat. Walau Senja Masih Ada. Aku Ingin Kalau Kau Ingin Cerita. Kau Harus Ingat Waktu Ok?"
    "Ya. Tapi Ketika Aku Ingin Menghentikan Cerita Ku. Bukankah Kalian Ingin Mendengarkannya Lagi. Bahkan Aku Sudah Capek. Kalian Malah Ingin Terus Mendengarkan Ceritaku. Jadi Itu Bukan Salahku!"
    "Ya. Aku Mengerti. Hadeh! Baiklah! Apakah Kau Akan Menjual Semua Daging Babi Itu.."
    "Tidak. Aku Ingin Menjual 3 dari Mereka. Jadi Aku Ingin Paman Melihat Sendiri Daging Yang Paman Ingin Kan?"
    "Sungguh! Baiklah! Coba Aku Lihat Dulu!?"
    "Ya Silahkan Lihat. Cari Yang Cocok Untuk Paman Jual Lagi."
    "Ya. Semenjak Kau Menjual Hasil Buruanmu Padaku. Aku Mendapatkan Keuntungan. Bagian Dalamnya Tidak Hancur. Bahkan Dagingnya Sangat Bagus. Biasanya Orang Yang Memburu Buruannya Akan Melukai Buruannya. Jadi Ketika Aku Menyembelihnya. Dagingnya Sedikit Buruk. Kadi Kualitas Dagingnya Menurun."
    "Sungguh! Aku Selalu Melakukan Dengan Tenik Pedang Yang Aku Pelajari."
    "Ya. Aku Tahu Tapi Kau Menggunakan Pedang Kayu. Tapi Biasanya Yang Menggunakan Pedang Kayu. Mereka Bisa Membuat Daging Buruannya Kualitas Jelek. Jika Di Jual Harganya Akan Turun Setengah Harga. Tapi Kau Menjaga Kualitas Daging Itu Di Kisaran 70-90%. Jadi Aku Mendapatkan Keuntungan."
    "Benarkah Paman! Aku Juga Turut Senang Mendengarnya!"
    "Ya. Apa Rahasianya Bisa Daging Tetap Bagus?"
    "Aku Tak Melakukan Sesuatu Spesial. Aku Cuma Ingin Melatih Teknik Pedang ku Saja."
    "Halah Jangan Begitu! Kasih Tahu Aku!"
    "Beneran! Aku Tak Melakukan Hal Khusus."
    "baiklah! Baiklah! Dari Dulu Kau Bilang Gitu Terus!"
    "Beneran! Aku Hanya Melatih Teknik Pedangku."
    "Ya.
    Aku Pilih Ini, Ini Da Ini!"

    Paman Penjual Daging Menunjuk Kearah Babi Hutan Jantan Dan Kedua Babi Hutan Yang Di Bawa Guru Ve.

    "Baiklah Paman. Apa Mereka Masih Bagus."
    "Sangat Bagus Malah! Bahkan Tubuh Babi Hutan Ini hanya Hangus dikulitnya Tapi Dalamnya Tidak Hangus. Apa Yang Kamu Lakukan Sebenarnya?"
    "Aku Hanya Melakukan Jurus Teknik Pedangku Yang Baru Saja."
    "Sungguh! Apakah Yang Kau Katakan Beberapa Minggu Setiap Kau Katakan Kau Menjual Buruanmu Kesini."
    "Ya. Benar Yang Di Katakan Paman. Jurus Teknik Pedangku Yang Baru Sudah Sempurna Jadi Aku Mencoba Menggunakannya. Aku Pikir Hasil Akan Buruk. Tetapi Sempurna Yang Aku Inginkan."
    "Benarkah! Selamat Kalau Begitu. Walau Aku Tak Mengerti Dalam Teknik Pedang. Aku Cuma Mengerti Dalam Teknik Berdagang. Hahhhaha."
    "Hahahhaahaa"
    "oh Ya. Apakah Kau Sudah Mencari Pengganti Pedang Kayu Mu Yang Rusak?"
    "Belum! Aku Sudah Menentukan Pengganti Pedang Kayu Itu."
    "Benarkah! Kenapa Kau Tidak Mengambilnya Segera?"
    "Ya. Aku Ingin Mengambilnya Tapi Tempatnya Cukup Jauh. Kemungkinan Aku Ingin Melakukan Perjalanan Kesana Dalam Beberapa Hari Lagi. Jadi Aku Masih Membutuhkan Uang Lagi Untuk Persiapan."
    "Sungguh Dimana Tempatnya. Kau Bilang Cukup Jauh."
    "Aku Pikir Jaraknya Harus Melewati 5 kerajaan Dari Sini. Tepatnya Kerajaan Ikurama."
    "Tunggu Dulu. Bukankah Sampai Kesana Harus Membutuhkan Berbulan-bulan bahkan ada yang satu tahun baru dampai kesana Kalau Kau Melakukan Perjalanan Itu Berarti."
    "Ya. Aku Takkan Bisa Menjual Hasil Buruanku Lagi Ke Paman."
    "Tidak Mungkin. Tapi Apakah Kau Akan Kembali Lagi Kesini."
    "Ya Tergantung. Kalau Aku Ingin Kesini Lagi Aku Bisa Kesini Lagi Jika Aku Ingin Melakukan Perjalanan Kesini Lagi."
    "Begitu Ya. Jadi Apakah Ini Hasil Buruanmu Yang Terakhir."
    "Aku Pikir Begitu. Maaf Ya Paman Kalau Aku Menyusahkan Saat Aku Bertemu Paman!"
    "Ya Tak Masalah. Kau Tak Pernah Melakukan Kesalahan Apa pun."
    "Sungguh. Terimakasih Paman."
    "Ya. Oh Ya Siapa Perempuan Yang Bersamamu Itu."
    "Yang Mana Paman!?"

    Paman Berbisik Padaku.

    "yang Di Bersamamu. Perempuan Itu Siapa Mu?"

    Paman Menunjuk Ke Guru Ve.

    "Ouw Itu. Dia Guru Ku."
    "Sungguh! Kau Tak Berbohong Kan!?"
    "Kelihatannya Bagaimana? Apakah Aku Sedang Berbohong Atau Tidak?"

    Paman Melihatku Dengan Seksama.

    "Kelihatannya Tidak Berbohong. Tapi Aneh Saja."
    "Aneh Kenapa? Sudah Ku Bilang Dia Guru Ku. Dia Mengajarkan Pedang."
    "Sungguh. Tapi Kelihatannya Dia Masih Muda. Kupikir Tidak Jauh Berbeda Umur Dengan Mu."
    "Benarkah! Tapi Umurnya Sudah 20 tahun Ke atas Lo.!?"
    "Benarkah! Kau Mengatakan Dengan Sungguh."
    "Benar Paman. Kenapa Aku Harus Berbohong Pada Paman.?"
    "Baiklah! Baik!?"

    Guru Ve Merasa Bingung Apa Yang Aku Bicarakan Pada Paman.

    "Apakah Paman Ingat Pedang Kayu Yang Aku Bawa Waktu Itu. Itu Pedang Pemberian Guru Ku Yang Itu."

    Aku Menunjuk Ke Guru Ve.

    "Sungguh. Kenapa Gag Meminta Lagi."
    "Enggak Bisa Paman. Kalau Aku Meminta Lagi. Pasti Pedang Kayu Lagi Akan Hancur Dalam Sekejap."
    "Benar Juga! Kau Pernah Bilang Dulu."
    "Ya. Baiklah Paman. Aku Pulang Dulu Sudah Mau Malam. Aku Dan Guru Ku Masih Belum Dari Pagi."
    "Ya. Terimakasih Sudah Menjual Ke paman. Kalau Kau Sudah Mendapatkan Pedang Itu. Kembali Dan Jual Hasil Buruanmu."
    "Ya Paman. Akan Ku Pikirkan Lagi. Kalau Gitu Paman. Aku Kami Berdua Akan Pergi Pulang Dulu. Sampai Jumpa Paman."
    "Sampai Jumpa."

    Aku Dan Guru Ve Pergi Pulang Meninggalkan Pasar Dengan Membawa Satu Babi Hutan Betina Yang Aku Bawa Dari Hutan.

    "Rito. Apa Yang Kamu Bicarakan Dengan Paman Penjual Daging Itu. Sambil Berbisik-bisik Pula."
    "aku Cuma Berbicara Tentang Harga Ketiga Babi Hutan Itu Saja."
    "Benarkah!"
    "Ya Benar Guru Ve."
    "Harganya Dapat Berapa?"
    "Ketiga Babi Hutan Itu Semuanya Harganya 50 koin Perak Mura."
    "sungguh! Kamu Nggak Bohong Kan!?"

    Guru Ve Kaget Dengan Uang Yang Aku Dapatkan Dari Menjual Hasil Buruan Ke Pedagang Paman Itu.

    "Beneran. Coba Lihat Uang Yang Aku Pegang Ini."

    Guru Ve Melihat Uang Yang Aku Pegang Dan Menghitungnya.

    "Bener. Ini 50 koin Perak Mura. Kenapa Kamu Bisa Mendapatkan Uang Sebanyak Itu Dalam Berburu Hari Ini."
    "Aku Tidak Tahu Yang Mengetahui Itu Kan Cuma Paman Pedagang Di Pasar Tadi."
    "Benarkah. Biasanya Orang Berburu Dan Menjual Daging Babi Hutan Itu Cuma Mendapatkan Sedikit Saja Bahkan 4 Daging Babi Hutan Cuma Mendapatkan 36 koin Perak Saja."
    "Sungguh. Emmmm Paman Pedagang Itu Pernah Bilang Kau Orang Yang Memburu Babi Hutan Dan Menjual Ke Paman Dagingnya Tidak Sebaik Buruanku. Jadi Mungkin Saja Daging Babi Hutan Yang Aku Buru Sedikit Bagus Dari Yang Di Buru Yang Lain."
    "Iya Juga. Kalau Tidak Salah Dengar dari paman tadi Daging Babi Hutan Buruan Mu Selalu Bagus. Mungkin Karena Itu Paman Pedagang Itu Memberi Uang Yang Sepadan Dengan Daging Babi Hutan Yang Kamu Buru."
    "Iya Mungkin Saja. Tapi Itu Terserah Paman Pedagang. Aku Tak Tahu Berapa Harga Sesungguhnya. Jadi Aku Serahkan Pada Paman. Asal Aku Dan Paman Sama-sama Mendapatkan Untung."
    "Kamu Sungguh Sangat Pintar. Aku Jadi Sangat Bangga Padamu Rito. Kau Sungguh Murid Kesayanganku."
    "Ya. Aku Ingin Menunjukkan Guru Ve Kalau Aku Bisa Mandiri Dan Membanggakan Guru Ve."

    Sesampainya Dirumah Aku Dan Guru Be Menyiapkan Bahan-bahan Makanan Untuk Dimakan Nanti Malam.

    "Rito. Apa Kita Memasak Seperti Yang Kemarin Malam."
    "Ya Guru Ve. Aku Pikir Bahan-bahannya Cuma Ada Begini Saja. Jadi Kupikir Kita Membuat Makanan Seperti Kemarin Saja."
    "Bahan-bahan Sama Seperti Kemarin Malam. Jadi Aku Membuat Seperti Kemarin. Uang Yang Aku Selalu Dapatkan. Aku Simpan Untuk Perjalanan Mencari Pedang. Jadi Aku Tidak Boleh Menghambur-hamburkan Uang Terlalu Banyak.
    "Guru Ve Tak Masalah Kan. Kalau Kita Memasak Seperti Kemarin."
    "Tak Masalah. Makanan Kemarin Enak Kok. Dimana Kamu Belajar Memasak? Siapa Yang Mengajarmu?."
    "Aku Belajar Dari Buku Perpustakaan. Dan Aku Belajar Sendiri."
    "Benarkah. Di Perpustakaan Gag Ada Tentang Memasak Makanan Kan."
    "Iya. Memang Di Perpustakaan Tak Ada Buku Tentang Memasak."
    "Eh. Kalau Tak Ada Buku Disana. Kenapa Kamu Bilang Buku Memasak Di Perpustakaan."
    "Aku Tidak Bilang Buku Memasak Di Perpustakaan."
    "Benarkah!"
    "Iya Yang Aku Katakan Tadi Buku Di Perpustakaan."
    "Lha Terus Kenapa Bilang Belajar Di Buku Perpustakaan. Apa Yang Kau Pelajari Disana?"
    "Yang Aku Pelajari Disana Tentang Daging, buah dan tumbuhan antara Yang Beracun Dan Tidak Beracun Saja."
    "Tapi Apa Hubungannya Dengan Masakan?"
    "Ada Hubungannya Guru Ve. Coba Guru Ve Pikir. Kalau Kita Memasak Makanan Tetapi Tidak Tahu Asal Usulnya. Kita Langsung Memasaknya Tanpa Mengetahui Apakah Bahan Itu Aman Atau Tidak Dan Bahan Itu Beracun Atau Tidak? Coba Pikir Guru Ve."

    Guru Ve Memikirkan Sejenak.

    "Benar Juga. Jika Kita Salah Memasak Bahan Makanan Dan Tidak Tahu Asal Usulnya Bahkan Tidak Tahu Apakah Bahan Itu Beracun Atau Tidak? Kita Tidak Tahu. Kalau Kita Memakan Makanan Beracun Dan Kita Tidak Mendapatkan Penawarannya Yang Cocok Akan Berakibat Fatal Kan!?"
    "Guru Ve Sendiri Mengerti. Jadi Itu Ada Hubungannya. Kita Tidak Boleh Lengah. Walau Disaat Kita kelaparan Kita Harus Berhati-hati. Tidak Boleh Tergesa-gesa. Kita Harus Teliti Sebelum Memakan Makanan Yang Belum Kita Ketahui. Jika Kita Sudah Mengetahuinya Kita Akan Tenang Dalam Memasak Bahkan Menyantap Makanan Itu."
    "Iya Kita Harus Berhati-Hati. Kamu Sungguh Pintar Sekarang. Bahkan Tanpa Aku Kamu Sudah Bisa Melakukan Dan Meneliti Sendiri. Aku Makin Bangga Padamu."

    Guru Ve Memelukku. Entah Kenapa Guru Ve Terus-terusan Memelukku.

    "Guru Ve! Bisakah Guru Ve Melepas Pelukan Ini. Kita Harus Memasak Sekarang. Sebelum Senja Datang."

    Guru Ve Melepas Pelukannya Dan Mukanya Sedikit Memerah.

    Aku Mulai Memotong Daging Dan Mengeluarkan Isian Yang Ada Di Dalam Babi Hutan. Guru Membawa Garam Batu, gula Pohon, Merica Dari Rumah Dan Menyiapkan Api.

    "Rito. Apa Ubi Segini Cukup Untuk Makanan Malam Hari Ini."
    "Cukup Guru Ve. Daging Sebanyak Ini. Akan Habis Bila Ubi Cuma Ada 6 buah Saja."
    "Baiklah. Tapi Kenapa Kamu Tidak Menjual Sebagian Daging Babi Hutan Itu Ke Paman Pedagang Di Pasar Tadi."
    "Aku Tak Bisa Melakukannya."
    "Kenapa Kamu Tak Bisa Melakukannya? Apa Ada Sesuatu?"
    "Bukan Itu Maksud Ku. Tetapi Kita Hari Ini Belum Makan Jadi Kita Perlu Makan Makanan Yang Banyak. Jadi Aku Tidak Menjualnya. Dan Juga Guru Ve Perlu Daging Ini Untuk Memulihkan Tenaga Guru Ve.!?"
    "Benarkah. Aku Pikir Ada Yang Lain!?"
    "Benar Guru Ve. Tidak Ada."
    "Baiklah."

    Aku Selesai Memisahkan Daging Dengan Isian Dalam Perutnya Dan Membuang Kepalanya. Aku Mencucinya Dengan Air. Aku Mencari Kayu Untuk Menusuk Daging Babi Hutan Ini. Daging Aku Taruh Di Atas Api Dengan Penyangganya Yang Agak Tinggi. Agar Apinya Tidak Mengenai Langsung Pada Daging Babi Hutan Ini. Guru Ve Menaruh Ubi Di Pinggir Api. Garam Batu Yang Sudah Halus Dicampur Dengan Gula Pohon Dan Merica. Jika Ubi Sudah Matang Itu Petanda Daging Babi Hutannya Setengah Matang. Aku Mengambil Daging Babi Hutan Dan Melumurinya Dengan Campuran Garam Batu, Gula Pohon Dan Merica Hingga Merata. Kemudian Aku Memukul-mukul Daging Babi Itu Dengan Batu Agar Bumbu Meresap Dan Daging Babi Hutan Empuk Lalu Aku Menaruhnya Kembali Untuk Dibakar Kembali Agar Daging Babi Hutan Matang Merata. Aku Memutar-mutar Daging Babi Hutan Agar Matang Merata. Guru Ve Membawa Ubi Kedalam Ketempat Biasa Kami Makan.

    "Guru Ve! Guru Ve Tunggu Disana Saja. Dagingnya Sebentar Lagi Siap."
    "Baiklah. Aku Akan Menunggu Disana."

    Guru Ve Masuk Kedalam Dan Menunggu Di Tempat Biasa Kami Makan. Aku Masih Memutar-mutar Daging Babi Hutan Dan Menunggu Hingga Daging Babi Hutannya Mengeluarkan Bau Sedap. Aku Menunggu Beberapa Waktu.

    "Baunya Sudah Harum. Dagingnya Sudah Matang."

    Aku Membawa Daging Kedalam. Guru Ve Menunggu Di Dalam. Aku Menaruh Daging Babi Di Atas Daun Biar Daging Tidak Kotor Terkena Tanah.

    "Ayo Kita Makan Guru Ve."
    "Ya. Mari Kita Makan."

    Kami Membagi 6 ubi Menjadi Setengah. Kami Memotong Daging Dengan Pisau Yang Aku Gunakan Untuk Memotong Daging Tadi.

    ""Selamat Makan""
    "Oh Ya Rito. Bagaimana Kalau Kita Pergi Besok Saja."
    "pergi Kemana?"
    "Ya. Pergi Mencari Pedang Yang Kamu Cari Itu."
    "Kenapa Harus Besok?"
    "Bukankah Lebih Cepat Lebih Baik!?"
    "guru Ve Baru Saja Bangun Jadi Kita Tidak Usah Terburu-buru Dan Juga Aku Masih Belum Membeli Barang Untuk Melakukan Perjalanan Itu. Jadi Besok Rencananya Aku Membeli Barang Yang Di Butuhkan Untuk Perjalanan Besok. "
    "Ya. Aku Pikir Kamu Sudah Menyiapkannya."
    "Ya. Aku Rencananya Ingin Menyiapkan Barang Yang Di Butuhkan Waktu Lalu. Tetapi Guru Ve Masih Tidur. Aku Tak Mau Meninggalkan Guru Ve Sendirian Dan Harus Menjaga Guru Ve Saat Guru Ve Tidur. Jadi Aku Menunggu Guru Ve Bangun. Setalah Bangun Baru Aku Membeli Barang-barang Yang Di Butuhkan Melakukan Perjalanan Itu."
    "Kamu Sungguh Baik. Bahkan Di Saat Aku Tidak Bisa Melindungi Diriku. Kamu Menjaga Ku."
    "Ya. Aku Tak Mau Kejadian Waktu Itu Terulang Lagi. Bahkan Saat Aku Berburu Dan Menjual Hasil Buruanku. Aku Melakukan Dengan Cepat-cepat Agar Guru Ve Tidak Kenapa-kenapa."
    "Kamu Murid Ku Yang Terbaik. Aku Bangga Punya Murid Sepertimu."
    "Ya. Aku Melakukan Terbaik Demi Guru Ve."
    "Terima Kasih. Apa Aku Besok Boleh Ikut Kamu Membeli Barang Untuk Perjalanan Nanti?"
    "Boleh. Itu Memang Rencana Ku. Jadi Aku Bisa Melindungi Guru Ve Kapan pun."
    "Ya."

    Guru Ve Tersenyum.

    Kami Memakan Semuanya. Dan Membereskan Sisa Kulit Ubi, tulang, daun Untuk Dasar Daging Itu Dan Mencuci Piring.

    "Sekarang Guru Ve Istirahat. Jangan Melakukan Yang Tidak-tidak. Aku Mau Berlatih Pedang Dulu."
    "Bolehkah Aku Ikut!?"
    "Tidak. Kalau Guru Ve Ikut. Besok Guru Ve Tidak Boleh Ikut Dengan Ku."
    "Jahat!?"

    Guru Ve Merajuk.

    "guru Ve Harus Memulihkan Tenaga Dulu. Karena 2 Hari Lagi Kita Akan Pergi Melakukan Perjalanan Untuk Mencari Pedang Yang Aku Dengar Itu."
    "baiklah. Tapi Aku Besok Aku Mau Ikut."
    "Ya. Sekarang Guru Ve Istirahat Dan Tidur. Besok Pagi Sebelum Ayam Jago Berkokok Kita Pergi Keluar."
    "Baiklah. Tapi Kenapa Harus Pagi-pagi."
    "Bukankah Guru Ve Bilang. Lebih Cepat Lebih Baik."
    "Baiklah. Selamat Tidur Rito. Aku Akan Pergi Istirahat."
    "Ya Guru Ve. Selamat Tidur."

    Guru Ve Pergi Ke Tempat Tidur. Aku Pergi Keluar Untuk Berlatih Pedang Lagi.

    "Jurus SI JAGO MERAH Sudah Bisa."

    Tetapi Sebenarnya Apa Itu. Di Buku Yang Aku Baca Di Perpustakaan Kota Ini Terdapat Simbol Aneh. Tetapi Anehnya Kenapa Simbol Itu Ada Di Tangan Kanan Ku. Ketika Aku Mencoba Di Tangan Kiri Ku Itu Muncul Dengan Ukuran Yang Sama Dengan Tangan Kananku. Ukurannya Tidak Lebih Dari Punggung Telapak Tangan. Tapi Ketika Aku Mencoba Mengeluarkan Kedua Tanganku Secara Bersamaan. Simbol Itu Muncul Dengan Ukuran Sama Persis Dengan Simbol Saat Aku Menyelamatkan Guru Ve Waktu Itu. Aku Tak Mengerti Sebenarnya Apa Itu. Bahkan Tulisan Yang Di Buku Itu Aku Tak Mengerti Apa Arti Tulisannya. Aku Mencoba Mencari Buku Untuk Mencari Penerjemahannya. Tetapi Tak Ada Dan Ketika Aku Mencoba Membaca Buku Itu Lagi Semuanya Kosong. Tulisannya Yang Ada Didalam Menghilang. Dan Ketika Aku Mencoba Bertanya Penjaga Disana. Mereka Juga Bingung. Bahkan Perpustakaan Kota Ditutup Selama Satu Bulan. Orang-orang Yang Didalam Kebingungannya. Mencari Penyebab Hilangnya Tulisannya. Aku Yang Orang Menanyakan Ke Pada Penjaga Perpustakaan Waktu Itu. Aku Di Tanyain Penyebabnya. Tapi Aku Bilang Ketika Sebulan Sebelumnya Aku Membaca Masih Ada Dan Sebulan Selanjutnya Sudah Kosong. Aku Dilepaskan. Lalu Ada Penjaga Yang Bilang Kalau Ada Seseorang 2 sebelum Buku Itu Kosong Memegang Dan Melihat Buku Itu. Dia Sangat Aneh Dan Mencurigakan. Lalu Dia Mengembalikan Cepat-cepat Dan Pergi Keluar. Penjaga Itu Membiarkan Orang Itu. Ketika Penjaga Melihat Orang Itu Di Interogasi Pemilik Dan Penjaga Kota Untuk Memberikan Informasi Ciri-ciri. Tetapi Penjaga Itu Tak Mengingat Orang Mencurigakan Itu. Seperti Ada Yang Menggunakan Jurus Penghilang Ingatan. Lalu Mereka Dan Penguasa Daerah Sini Memanggil Orang Yang Dapat Apa Yang Terjadi. Tetapi Di Dalam Pikirannya Terdapat Suatu Penghalang Yang Sangat Tinggi. Jadi Mereka Tidak Bisa Menghilangkan Penghalang Itu. Aku Tak Tahu Kelanjutannya Apa Yang Terjadi.

    Aku Mulai Berlatih Hingga Malam. Selesai Berlatih Aku Pergi Mandi Ke sungai Dan Jaraknya Tak Jauh  Kira-kira Berjarak Beberapa Meter Saja.

    Selesai Mandi Aku Pergi Ke Kamar Dan Tidur Didekat Guru Ve.

    Aku Berjalan Pelan-pelan Agar Tidak Mengganggu Guru Ve.

    Aku Merebahkan Badan Dan Menutup Mata. Ketika Menutup Mata Guru Ve Memeluk Ku Dengan Erat.

    'Sepertinya Guru Ve Mengetahui Kalau Aku Ada Disini. Aku Pikir Membiarkannya Saja. Kalau Aku Berbicara Guru Ve Tak Akan Tidur.'

    Malam Makin Larut. Nyanyian Malam Mulai Bermunculan.

    0 komentar:

    Posting Komentar

  • Next Prev